Asian Games Sejukan Suhu Politik
Sejarah tercipta pada momen pertanding final cabang olahraga pencak silat di Asian Games 2018 yang berlangsung di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Itu terjadi ketika seorang atlet pencak silat Hanifan Yudani Kusumah yang baru saja meraih medali emas datang memeluk Presiden Joko Widodo dan Ketua PB Ikatan Pencak Silat Indonesia Prabowo Subianto di panggung VIP. Pelukan dalam balutan bendera Merah Putih tentunya memiliki penilaian sendiri.
Publik merespons kejadian itu dengan beragam komentar di media sosial. Ada komentar yang bernada positif karena di anggap momen itu mampu meredam suhu politik menuju Pilpres 2019, antara Jokowi dan Prabowo sebagai calon presiden. Karena sebelumnya, suhu politik memang terasa meningkat sejak pendaftaran dari kedua kubu. Ditambah lagi pada sepekan terakhir tentang penolakan di daerah terhadap aksi Ganti Presiden.
Kehadiran Presiden Joko Widodo dalam pertandingan terakhir pencak silat tersebut, sejatinya untuk memberi selamat kepada Prabowo sebagai ketua PB IPSI. Karena cabang olahraga pencak silat berhasil menyumbang 14 medali emas, terbanyak dari semua cabang olahraga. Prestasi itu bukan untuk Jokowi maupun Prabowo, tetapi lebih tepatnya para atlet mempersembahkan untuk Negara Republik Indonesia.
Merespons itu, Prabowo juga langsung mengucapkan terima kasih kepada Presiden. Dia menyebut momen pelukan sebagai bukti dirinya dan Jokowi adalah satu keluarga yang dibalut kesatuan, yakni Republik Indonesia. Kehadiran Jokowi, Megawati dan tokoh lain diakuinya juga telah membangkitkan semangat atlet.
Tak berhenti di situ, keduanya lantas sama-sama memposting foto mereka di Instagram masing-masing, yakni @jokowi dan @prabowo. Jokowi menulis caption cukup panjang pada foto itu, salah satu merupakan bagian yang menyinggung momen ketika ketiganya berpelukan. “Kami bertiga-Hanifan, saya, dan Pak Prabowo-pun berpelukan dalam selubung merah putih.” Sedangkan Prabowo menulis caption yang menyiratkan pesan damai di tengah persaingan keduanya di ajang pilpres. “Kita boleh berbeda pendapat di antara kita, tapi satu, kalau menyangkut kepentingan nasional, kita harus bersatu.”
Rematch Jokowi dan Prabowo di pilpres memang diprediksi berlangsung ketat nantinya. Keterbelahan dua kubu pendukung pada 2014 memang kembali lagi mengeras. Persaingan tidak hanya melibatkan dari elite para partai politik pengusung masing-masing, melainkan juga masyarakat yang awam.
Tidak jarang juga para pendukung saling menyerang dengan menunjukkan kelemahan kelemahan lawan. Begitu juga persaingan di media sosial bahkan lebih menjurus vulgar karena selalu sering di warnai provokasi dan memberi informasi hoaks. Untuk itu, momentum keakraban dan kemesraan Jokowi dan Prabowo kemarin layak diapresiasi. Momen Itu diharap mampu untuk menularkan ke pendukung masing-masing.
Ketika dua capres sudah mendinginkan suasana, diharapakan para pendukung, terutama elite parpol, seyogianya melakukan hal yang sama. Itu bisa dilakukan dengan menghindari komentar-komentar yang bernada provokatif. Di media sosial penggunaan isu SARA sudah saatnya dihilangkan karena itu yang paling rawan menyulut kobaran amarah. Selain itu, setiap aktivitas kubu lawan dalam rangka merebut dukungan masyarakat seyogianya dihormati sepanjang sesuai dengan koridor konstitusi. Aparat keamanan perlu juga ikut mendinginkan suasana dengan tidak menunjukkan kesan keberpihakan kepada salah satu kubu.
Sebelum momentum pertemuan di arena pencak silat kemarin, saat itu Prabowo bersama calon wakil presiden pendampingnya, Sandiaga Uno, sudah berencana untuk menemui Jokowi. Jadwal pertemuan masih diupayakan sambil menunggu Jokowi memiliki waktu di sela-sela kesibukannya sebagai presiden.
Ini menandakan bahwa dua capres pada dasarnya memang selalu berupaya menciptakan kesejukan dan semangat persatuan meski kenyataannya harus terlibat persaingan. Kedewasaan dan sikap negarawan seperti ini yang diharapkan terus ditunjukkan hingga usai pilpres nanti.
(*) Dari berbagai sumber