Sosialisasi Migrasi Siaran Analog ke Digital, Kominfo Kepri: Penerapan ASO Bertahap

Kepala Diskominfo Kepri Hasan (kanan) berdialog dengan Komisi Penyiaran Daerah (KPID) Kepri terkait sosialisasi migrasi siaran

Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Kepulauan Riau terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dalam rangka menyongsong migrasi dari siaran analog ke digital atau Analog Switch Off (ASO) di Provinsi Kepulauan Riau.

Terkini, Kepala Diskominfo Kepri, Hasan berdialog dengan Kepala Komisi Penyiaran Daerah (KPID) Kepri Henky Mohari dan Pengamat Komunikasi dari Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Uly Sophia, Rabu (16/2/22).

Dialog yang digagas RRI Tanjungpinang ini bertajuk “Dampak Peralihan TV Analog ke TV Digital” dan dipandu oleh Erita Fitrah Insani sebagai host berlangsung selama kurang lebih satu jam.

Masyarakat juga dapat berinteraksi langsung dengan narasumber melalui sambungan telepon atau komentar di live facebook.

Tanjungpinang, Batam, Bintan, dan Karimun merupakan wilayah di Kepri yang masuk dalam layanan tahap I. Sehingga ASO bertahap dimulai pada 30 April hingga tanggal 2 November di seluruh Indonesia.

Layanan siaran TV analog akan benar-benar dimatikan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Kepala Diskominfo Kepri, Hasan, menekankan bahwa sosialisasi masif ke masyarakat mengenai kebijakan ini perlu gencar dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan.

Menurutnya, edukasi dan literasi mengenai istilah-istilah yang ada dalam kebijakan ini merupakan kunci suksesnya ASO di Kepri, bahkan di Indonesia pada umumnya.

“Istilah-istilah seperti apa itu siaran analog, siaran digital, Set Top Box (STB), layanan TV kabel (Langganan), layanan streaming, dan sebagainya itu masyarakat perlu tahu,” ujarnya.

Hasan berharap masyarakat jangan sampai ada salah pemahaman, bahwa layanan siaran digital ini memang gratis, tidak perlu biaya berlangganan maupun biaya kuota internet.

Hasan mengungkapkan bahwa dengan letak geografis Kepri yang berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga, sejak lama siaran TV dari negara tetangga dapat masuk dan ditonton masyarakat Kepri.

“Tentu ketika siaran yang masuk dari negara luar tidak bisa kita bendung terkait nilai-nilai isi siaran (konten) siaran tersebut. Inilah yang menjadi urgensi ditetapkannya Kepri masuk dalam ASO tahap I selain nantinya siaran digital menjadi wadah konten-konten kearifan lokal dari Kepri dan era keterbukaan informasi yang digaungkan pemerintah,” kata Hasan.

Hasan juga mengungkapkan bahwa pemerintah tidak akan membatasi hak masyarakat untuk memilih layanan siaran. Bahkan dengan migrasi ini masyarakat mendapat opsi tambahan layanan penyiaran yang dapat dipilih.

“Ini hak masyarakat untuk memilih, baik menggunakan siaran TV digital nantinya, berlangganan TV kabel, atau menggunakan layanan streaming dengan media internet,” jelas Hasan.

Namun Hasan juga menyadari bahwa tidak semua masyarakat berkemampuan untuk berlangganan TV kabel atau langganan layanan internet. Maka perlu sosialisasi kepada masyarakat yang selama ini memanfaatkan siaran analog akan tetap dapat menikmati siaran TV dengan gratis, bahkan dengan kualitas yang  lebih baik.

Terakhir, Hasan menghimbau untuk masyarakat Kepri, agar mengunjungi https://siarandigital.kominfo.go.id/ sebagai media literasi untuk mendapatkan informasi lengkap dan detail mengenai proses ASO.

“Di sana lengkap, mulai dari penjelasan, aturan-aturan, hingga Set Top Box yang telah memenuhi standar untuk penyiaran digital lengkap di laman tersebut,” tutupnya.

Senada dengan Diskominfo Kepri, Ketua KPID Kepri Henky Mohari juga mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan istilah layanan penyiaran yang masyarakat perlu tahu. Jika masyarakat sudah paham akan istilah-istilah tersebut, maka proses ASO akan berjalan dengan sukses.

“Lembaga penyiaran terbagi empat, ada Lembaga Penyiaran Publik (LPP), Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) dan Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK). Yang kita bahas dalam ASO ini adalah LPS terestrial,” kata Henky.

Ia sedikit menceritakan sejarah proses migrasi dari siaran analog ke digital, Menurutnya, proses ini sudah berlangsung cukup lama, sejak tahun 2006 pemerintah sudah mulai merancang migrasi penyiaran.

“Bahkan pada saat itu di Asia Tenggara, Indonesia adalah pencetus, namun terkendala pada regulasi. dalam UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 belum mengatur penyiaran digital. Maka diusulkan revisi UU penyiaran agar bisa bersiaran secara digital,” kata Henky.

Kemudian di tahun 2019, Malaysia dan Singapura sudah resmi bermigrasi ke siaran digital. Menurut Henky, saat itu Indonesia sudah terlambat, setelah disahkannya UU Ciptaker No. 11 tahun 2020 sebagai dasar hukum Indonesia baru mulai bermigrasi ke penyiaran digital.

Sumber: kominfo – Editor: red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *