Para Kontraktor Jadi Objek Pemerasan Oknum Pegawai Dinas Perkim Kepri
Puluhan kontraktor yang mengerjakan proyek di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Provinsi Kepri menjadi bulan-bulanan para oknum pegawai di dinas tersebut.
Kontraktor menyebutkan, jika keinginan masing-masing pegawai tidak dipenuhi, maka pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan tidak bisa dicairkan. Karena masing-masing tidak mau tanda tangan berkas pengerjaan proyek.
“Tidak hanya pejabatnya, dari PPK dan PPTK minta setoran, pegawai PTT juga minta bagian. Bahkan, sampai bendahara dan bagian keuangan tak mau tandatangan jika tak diberi setoran,” ucap salah satu kontraktor melalui saluran telepon kepada wartawan, Jumat (23/7/21).
Menurut kontraktor ini, yang menyulitkan mereka untuk memberi setoran lantaran uang sudah habis untuk mengerjakan proyek yang didapat dari Dinas Perkim Provinsi Kepri.
“Saat mengajukan pencairan setelah proyek selesai, tentu kita kehabisan uang karena digunakan untuk modal membangun proyek yang kita dapat. Bahkan, sebagian rekan-rekan terbelit hutang untuk modal membangun proyek. Tentu, setelah pekerjaan selesai kita cepat mengajukan pencairan. Tapi, semua pencairan terkendala lantaran setiap membutuhkan tandatangan, orangnya selalu nelpon minta fee bagiannya. Akibatnya kontraktor mesti cari pinjaman uang lagi untuk memberi uang yang diminta oleh para oknum pegawai,” sebut kontraktor yang juga pengurus organisasi salah satu asosiasi pengusaha di Kepri ini.
Menurutnya, jika pencairan sudah selesai, biasanya kontraktor selalu menyisihkan keuntungan untuk berbagi kepada para pegawai.
“Biasalah kalau kontraktor sudah cair mereka sering berbagi meski para pegawai tidak meminta. Namun, kalau minta duit dulu yang seakan dijadikan syarat pencairan, ini yang memberatkan,” urainya.
Kontraktor yang lain menguraikan, modus-modus yang dilakukan para oknum pegawai yakni dari pembuatan plang proyek saja para kontraktor sudah diperas. Proyek Penunjukan Langsung (PL) yang nilainya di bawah Rp200 juta saja plang proyeknya diminta oleh para oknum pegawai senilai Rp300 ribu hingga Rp500 ribu. Padahal, membuat plang proyek itu biayanya sekitar Rp50 ribu.
“Kadang rekan-rekan kontraktor yang mendapatkan kegiatan Penunjukan Langsung (PL) yang nilai proyeknya puluhan juta untung yang mereka dapat sekitar Rp20 juta. Tapi, keuntungan itu habis setengah untuk para oknum pegawai-pegawai ini. Rata-rata habis duit sekitar Rp9 juta sampai Rp12 juta untuk ngasih para oknum itu,” sebutnya.
Menurutnya, nilai yang diminta para oknum akan lebih besar jika proyek itu dimenangkan dari lelang LPSE, karena nilai proyeknya lebih besar.
Yang menjadi objek pemerasan oknum pegawai tidak hanya anggaran murni yang diperuntukan di Dinas Perkim saja, proyek aspirasi dari DPRD Provinsi Kepri yang dialokasikan di Perkim juga menjadi objek pemerasan para oknum.
“Pekerjaan yang merupakan tanggungjawab dinas seperti NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah,red) juga biayanya diminta ke kita sebagai kontraktor. Padahal NPHD itu isinya serah terima aset dari dinas ke pihak penerima bangunan,” sebutnya.
Menurutnya, kalau untuk membuat berkas kontrak, para kontraktor tidak keberatan untuk membayar, karena berkasnya banyak dan butuh materai yang banyak pula, hingga kontraktor harus bayar sampai Rp2 juta untuk pembuatan satu kontrak.
“Hanya saja proses pembuatan berkas yang lain juga menjadi objek pemerasan seperti pembuatan berita acara serah terima atau provisional hand over (PHO). Bahkan, ceklist lembar kontrol juga pegawainya minta duit,” ucap kontraktor lain.
Saat disinggung pejabat bagian mana yang minta upeti dari pengerjaan proyek, ia membeberkan selain PPK, PPTK, bendahara dan bagian keuangan yang membubuhkan tandatangan di berkas selalu nelpon menanyakan jatah bagian dia.
“Pegawai-pegawai bawahan saja sudah tidak segan-segan lagi minta ke kontraktor saat mereka ngurus berkas, karena pegawai bagian bawahan ini tahu atasannya minta duit, jadi mereka berani minta jatah. Kalau kondisi ini dibiakan berlarut-larut kita khawatir akan mewariskan birokrasi yang selalu bertentangan dengan undang-undang. Kontraktor terpaksa memberi uang karena kalau tidak diberi uang mereka tidak bisa cair karena berkasnya tidak dikerjakan. Padahal mereka semua sudah digaji oleh negara,” terangnya.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Perkim Provinsi Kepri Mahyudin terkejut saat dikonfirmasi soal banyaknya pungutan liar oleh pegawai di instansi yang ia pimpin.
“Siapa kontraktornya? Tolong sebutkan ke saya siapa kontraktornya, biar saya panggil untuk menunjukan staf yang mana yang minta duit. Saya akan panggil semua kontraktor yang mengerjakan proyek dari kita. Ok ya, nanti saya panggil semua semua agar saya tau pegawai bagian mana yang minta-minta duit ke kontraktor,” sebutnya.
Dari data yang dihimpun, tahun ini ada sekitar 700 kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Perkim Kepri yang anggarannya bersumber dari APBD. Kegiatan itu berupa lelang dan juga penunjukan langsung.
Sumber: kepri.siberindo.co