Pecah Dua Arah, IWO Kubu Teuku Yudhistira Sah Secara Organisatoris

Ketua PW IWO Sulsel dan Koordinator Steering Committee (SC) Musyawarah Zulkifli Tahir
Makassar – Aroma keretakan kembali menyeruak di tubuh Ikatan Wartawan Online (IWO). Jelang Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Jakarta, riuh soal kepemimpinan mencuat lagi, bukan sekadar beda pandangan tetapi menjurus adu legitimasi.
Ketua PW IWO Sulsel yang juga Koordinator Steering Committee (SC) Musyawarah Bersama (Mubes) II tahun 2022, Zulkifli Tahir, terang-terangan menanggapi isi pemecatan Teuku Yudhistira, Ketua Umum IWO hasil Mubes II Lanjutan di Jakarta tahun 2023.
“Pemecatan Teuku Yudhistira oleh siapa, dan apa dasarnya? Justru yang sah secara organisatoris itu Pak Teuku Yudhistira,” tegas Zulkifli, di Makassar, Sabtu (4/10/25).
Zulkifli pun memberikan sindiran tajam, mengingatkan bahwa organisasi wartawan seharusnya lebih paham untuk beretika dalam organisasi, daripada menciptakan drama tanpa konstitusi.
Mubes Menjadi Ajang Tarik Ulur Kepentingan
Kisah ini bermula dari Mubes II IWO di Tangerang, 2–3 Desember 2022 lalu. Forum yang seharusnya jadi puncak demokrasi organisasi justru berakhir “buntu total”. Dua kandidat, Aji Bahroji dan Edward tidam berhasil memperoleh titik temu.
Hasilnya jadi deadlock. Pengurus Pusat periode 2017–2022 dinyatakan demisioner, sementara kursi Ketua Umum dibiarkan menggantung.
Sebagai Koordinator SC, Zulkifli Tahir bersama timnya kala itu mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 009 Tahun 2022, menunjuk Jodhi Yudono, Ketua Umum demisioner, sebagai Presidium Sementara. Bukan ketua baru, hanya penjaga lilin di tengah gelapnya konflik organisasi.
“Tugasnya satu, menyiapkan Mubes lanjutan, bukan membentuk kepengurusan baru,” tegas Zulkifli.
Jakarta Menjadi Titik Terang dan Awal Polemik Baru
Satu tahun berselang, Mubes II Lanjutan akhirnya digelar di Jakarta, 9–10 Oktober 2023 lalu. Di forum itu, Teuku Yudhistira, M.I.Kom., secara aklamasi terpilih sebagai Ketua Umum IWO periode 2023–2028.
Semua sah, risalahnya lengkap, tanda tangannya jelas. Tapi entah bagaimana, setahun kemudian, kabar mengejutkan beredar, ada yang mengaku telah “memecat” Teuku Yudhistira dan bahkan mendirikan organisasi tandingan bernama Perkumpulan Wartawan Warta Online (PWWO) dengan atribut mirip IWO.
“Kalau ada yang mengaku memecat Ketua Umum hasil Mubes, harus dijelaskan dulu dasarnya. Mubes itu forum tertinggi organisasi, melangkahi keputusan berarti melangkahi konstitusi IWO itu sendiri,” tegasnya.
Sindiran Kepada Yang Lupa Cara Berorganisasi
Lebih jauh, Zulkifli menilai banyak anggota terseret dalam pusaran narasi tanpa memahami kronologi. Publik dan anggota IWO harus tahu duduk perkaranya, jangan sekadar ikut arus wacana,” ujarnya lagi.
Menurut Zulkifli lagi, berorganisasi itu bukan soal siapa yang paling vokal di grup WhatsApp, tapi siapa yang menghormati mekanisme. Bagi dia, kalau jurnalis saja abai pada aturan main organisasi sendiri, bagaimana mau bicara tentang penegakan etika di luar.
Selain itu, Zulkifli Tahir tegaskan bahwa polemik IWO bukan sekadar persaingan figur, melainkan ujian kedewasaan dalam mengelola rumah besar para wartawan digital.
Sebuah refleksi pahit, ketika organisasi yang lahir untuk menjaga profesionalitas pers, justru terjebak dalam jebakan klasik untuk perebutan legitimasi dan ego pribadi.
Di tengah riuhnya nama baru dan klaim tandingan, publik kini menanti: siapa yang sebenarnya memegang “pena sah” IWO?
Karena pada akhirnya, organisasi wartawan seharusnya bukan tempat melatih manuver politik, tapi ruang menjaga integritas profesi. (*)