KKP Sedang Kaji Skema Natuna, Semoga Potensi Ikan 1 Juta Ton Per Tahun Segara Bisa Tingkatkan PAD
(Foto : Istemewa)
Natuna, Poroskepri.com – Jelas tertuang dalam Peraturan Presiden (PP) No 32 Tahun 2019, Pelabuhan di Kabupaten Natuna telah berstatus PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai).
Bahkan, baru-baru ini Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Natuna juga telah menyurati KKP untuk menaikan status pelabuhan Natuna ke PPN (Pelabuhan Perikanan Nusantara).
Ditambah lagi, pada saat ini Kabupaten Natuna juga sudah ada Peraturan Daerah (Perda) No 3 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Dan Pengolahan Tempat Pelelangan Ikan.
Jadi disimpulkan, untuk memberdayakan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Natuna tinggal selangkah lagi, yaitu izin dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Karena status Pelabuhan di Natuna sudah PPP, apa lagi nanti naik ke status PPN.
Karena Pemda punya batas kewenangan dan kemampuan. Tanpa restu, izin dan bantuan dari pemerintah pusat, TPI tersebut tak bakalan terwujud.
Salah satu syarat untuk mengoperasikan TPI adalah, Natuna harus memiliki kantor Kepala Pelabuhan, Syahbandar Perikanan dan kelengkapan administrasi lainya. Dan hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh pemerintah pusat.
“Kepala kantor dan syahbandarnya nanti dari orang kementrian, serta berbagai macam administrasi juga dari sana. Daerah hanya bisa bermohon, semoga cepat di kabulkan,” ujar Kepala bidang pengelolaan dan pemberdayaan usaha perikanan budidaya, Wan Mansur kepada media Poroskepri.com, Rabu (3/11/2021).
Semestinya daerah yang memiliki wilayah, 99 persen lautan dan 1 persen daratan ini, sudah diberi izin oleh pemerintah pusat untuk memberdayakan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Sebab kata Wan Mansur, Natuna yang dikelilingi lautan ini kaya akan potensi ikannya. Tetapi dari sejak dulu Natuna belum bisa meningkatkan PAD dari hasil lautnya.
Seperti diketahui sampai saat ini Natuna masih bergantung kepada Dana Bagi Hasil (DBH) Migas yang cendrung menurun pada setiap tahunnya.
Dan Wan Mansur sangat meyakini, dengan beroperasinya TPI akan sangat membantu Pemda Natuna, dalam hal meningkatkan PAD.
“Yang penting TPI bisa diberdayakan dulu di Natuna. Setelah itu baru Pemda bisa melakukan penarikan retribusi melalui Perda No 3 tahun 2019, dan pastinya bisa meningkatkan PAD Natuna yang cukup signifikan,” yakinnya.
Dijelaskannya, nanti dari pemerintah provinsi dan kementrian terkait akan menetapkan sebagian kapal yang menangkap ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan 711, untuk cek poinnya di Natuna.
“Jadi, setiap kapal yang telah ditetapkan dikementrian untuk cek poin di Natuna, tidak bisa bertransaksi diluar. Kalau tak ada cap dari Natuna ikannya dianggap ilegal,” jelas Wan Mansur.
Sayang seribu kali sayang selama ini kapal-kapal yang menangkap ikan di laut Natuna itu masih cek poin di luar Natuna.
“Coba bayangkan, kapal mereka ambil ikan di daerah kita, tapi cek poinnya di daerah luar. Ya daerah tersebutlah yang dapat retribusinya, kan sayang,” ucap Sarjana S2 Perikanan itu, geram.
Diakuinya, sebetulnya bukan bidangnya lagi, tetapi karena dirinya pernah di bidang tersebut dan ikut dalam merancang Perda No 3 Tahun 2019, jadi dirinya banyak memahami.
Menurutnya, rencana pungutan retribusi akan dituangkan dalam Perbup turunan dari perda yang ada. Dengan besaran yang diasumsikan, 1000 dari penjual dan 1000 dari pembeli. Sekali pelelangan daerah dapat 2000 per kg.
Sekiranya terdapat 300 kapal yang berizin Pemerintah Pusat maupun Provinsi yang notabene melakukan cek poin di pelabuhan perikanan selat lampa. Asumsikan saja 1 kapal rata-rata 50 ton ikan.
Jadi 50.000 kg x 2000 = 100.000.000, maka kalikan 300 kapal = 30 Milyar untuk sekali pendaratan dan melakukan pelelangan.
Dan apabila dalam 1 bulan saja terdapat 2 kali pendaratan, maka retribusi yang masuk bisa mencapai 60 Milyar per bulan, jika dikalikan 1 tahun bisa mencapai 720 Milyar.
“Untuk sharing, apa yang saya ketahui. Saya siap sampaikan,” pungkasnya.
Sementara itu ditempat terpisah Wakil Bupati Natuna, Rodial Huda mengakatan kepada media Poroskepri.com diruangan kerjanya, daerah punya skema dan sudah diantar ke KKP. Bahkan katanya sekarang ini skema tersebut sedang di kaji di Kementrian. Baik itu dampak ekologi dan semacamnya, dan tinggal menunggu waktu saja.
Adapun skema tersebut adalah, membuat Natuna memiliki daya tarik dengan cara melengkapi fasilitas yang memadai. Sehingga kapal yang masuk menagkap ikan di wilayah 711, memilih untuk melelang ikannya di Natuna dari pada di luar.
“Kalau lah hitungan bisnis, orang maunya untung. Kalau kapal – kapal tersebut dipaksa bongkar di Natuna, dan membuat mereka rugi, itupun tak akan maksimal. Mereka akan berani menyelundup asalkan mendapat untung,” ujar Rodial Huda.
Sebutnya, fasilitas yang membuat kapal-kapal tersebut melakukan transaksi di Natuna dengan sendirinya adalah, Natuna harus punya cold storage untuk penyimpanan ikan, bisa suplay air bersih, tersedianya tempat pengisian bahan bakar. Dan yang penting katanya harga ikan di Natuna stabil bisa bersaing dengan daerah luar.
“Kalau sudah punya daya tarik mereka akan memilih melelang ikan di Natuna. Mereka akan berpikir dari pada balek ke daerahnya yang akan menambah biaya, bagus bongkar di Natuna, Karena fasilitas kita lengkap, seperti cold storage, adanya suplay air bersih, bahan bakar dan lainnya telah tersedia, Inilah beberapa poin dalam skema yang sedang dikaji di KKP. tinggal menunggu waktu saja,” ungkap Rodial Huda.
Dikatakannya, Pemda Natuna selalu berkoordinasi dengan pemerintah Provinsi (Gubernur) maupun KKP, bagaimana potensi laut Natuna yang konon katanya punya potensi ikan 1 juta ton lebih pertahun ini bisa bermanfaat ke daerah, provinsi maupun pemerintah pusat.
“Kalu bisa, bagaimana caranya ratusan ton pertahun yang diambil KIA itu juga bisa berbagi hasilnya dengan kita,” ujarnya.
Karena menurut Rodial Huda, selain bisa menambah APBD, dana tersebut juga bisa memberdayakan nelayan lokal yang terhimbas.
“Dari hasil mereka menangkap ikan di Natuna, kita bisa berdayakan nelayan lokal yang terhimbas seperti buat keramba dan lainya. Walupun nanti nelayan tersebut tak bisa melaut lagi tapi mereka sudah memiliki ekonomi tinggi,” jelasnya.
Ditegaskanya, selain poin-poin diatas banyak hal lain lagi yang telah terangkum dalam skema yang sedang dikaji di KKP tersebut.
“Kami tak berdiam diri, daerah terus berkoordinasi kesemua pihak terkait. Natuna itu tergantung skema, dan sewaktu dikementrian itu, kami jelaskan semua poin-poinnya. Dan Alhamdulillah skemanya sedang dikaji sekarang. Menurut janjinya KKP, semoga dalam satu atau dua tahun ini terwujud,” harap Rodial Huda.
Mon.